Kamis, 19 Januari 2012

berita pamsimas jateng Rabu, 26 Mei 2010 11:23

"Kata orang kebersihan itu sebagian dari iman, tetapi mengapa di desa saya banyak orang yang masih buang air besar di sungai.”

 Sebelum nikah, saya dan istri saya berjanji bahwa dirimu hanya untukku.Tetapi kenyataannya masih ada lelaki maupun perempuan yang buang air besar di sungai dengan bagian tubuhnya yang bisa terlihat oleh orang lain. Ini yang menjadikan saya tergerak untuk berubah perilaku dalam hal buang air besar.

Tawin, salah seorang peserta pemicuan di Desa Gongseng, Kecamatan Randudongkal Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah menceritakankebiasaan warga yang buang air besar di sungai merupakan pemandangan yang biasa ditemui di Desa Gongseng.
Di sungai ini pula segala kebutuhan rumah tangga seperti mandi, cuci dan keperluan untuk air rumah tangga berbaur menjadi satu. Ini dikarenakan  sumber air tanah jauh dan terbatas sehingga masyarakat desa harus menempuh hampir 1 Km untuk mendapatkan air bersih.
Tawin yang dijuluki “Sule” itu kemudian terpicu membuat jamban sederhana untuk merubah perilaku agar tidak buang air besar di sembarang tempat. Terpicunya Tawin membuat jamban sederhana ini setelah masuknya program Pamsimas pada 2009 di desa tersebut.
Salah satu kegiatan di desa adalah pemicuan untuk perubahan perilaku untuk tidak buang air besar di sembarang tempat melalui community led total sanitation (CLTS) dan salah satu peserta pemicuan itu adalah Tawin, ayah dua anak ini berkomitmen untuk berubah perilaku dalam jangka waktu 7 hari. Suatu jangka waktu yang paling cepat diantara peserta pemicuan.
Kenyataannya ternyata bukan 7 hari dari yang ditargetkan namun lebih cepat yaitu 3 hari setelah pemicuan. Dengan gaya bahasanya yang kental khas orang Pemalang, Tawin menceritakan setelah pelatihan CLTS itu, segera ia membuat jamban dengan bahan yang terdapat di sekitar rumah.  Secara sederhana ia membuat lubang berbentuk segi empat untuk tempat tinja, kemudian di atasnya dilapisi papan kayu dan diberi lubang untuk jalan masuk tinja.
Tidak lupa pula diberi tutup lubang tersebut agar lalat tidak masuk ke tinja. Agar tidak terlihat orang kemudian dibuat rumah atau dinding penutup yang terbuat dari anyaman bambu.
Sederhana dan murah namun dapat menghindari lalat membawa tinja yang dapat mengakibatkan pencemaran makanan maupun sakit Diare.
Kebanggaan Tawin itupun berlanjut setelah membuat jamban sederhana, ternyata sebelum dia dan keluarganya memanfaatkan jambannya, ada tamu tetangganya yang datang dari Jakarta kebingungan mencari jamban ketika akan buang air besar. Akhirnya jamban milik Tawin jadi pilihan tamu itu. Dengan bangga ia mempersilahkan jambannya dipakai.
“Kita harus punya sarana ini biar tidak susah ketika ada tamu yang biasa buang air besar di jamban dan kita tidak malu karena sudah memilikinya,” ungkapnya.
Anak - anak Tawin yang masih sekolah di sekolah dasar terkadang suka meledek  teman-temannya karena meraka masih buang air besar di sungai. Ini pula yang memicu keluarga lain untuk tidak menjadikankan sungai sebagai sarana buang air besar. (Pamsimas Pemalang; Rita)

Sumber : http://pamsimas.org
Kantor Pengembangan Air Minum
Ditjen Cipta Karya
Jl. Penjernihan I no.19 F1 Pejompongan 10210
Jakarta Pusat
Indonesia
Telp. (021) 574 2254  Fax. (021) 574 2254
Editing : fay (FGB)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar