berita pamsimas jateng Rabu, 26 Mei 2010 11:23
"Kata orang kebersihan itu sebagian dari iman, tetapi
mengapa di desa saya banyak orang yang masih buang air besar di sungai.”
Sebelum nikah,
saya dan istri saya berjanji bahwa dirimu hanya untukku.Tetapi kenyataannya
masih ada lelaki maupun perempuan yang buang air besar di sungai dengan
bagian tubuhnya yang bisa terlihat oleh orang lain. Ini yang menjadikan saya
tergerak untuk berubah perilaku dalam hal buang air besar.
Tawin, salah seorang peserta pemicuan di
Desa Gongseng, Kecamatan
Randudongkal Kabupaten Pemalang, Provinsi Jawa Tengah menceritakankebiasaan
warga yang buang air besar di sungai merupakan pemandangan yang biasa ditemui
di Desa Gongseng.
Di sungai ini pula segala kebutuhan rumah
tangga seperti mandi, cuci dan keperluan untuk air rumah tangga berbaur
menjadi satu. Ini dikarenakan sumber air
tanah jauh dan terbatas sehingga masyarakat desa harus menempuh hampir 1 Km
untuk mendapatkan air bersih.
Tawin yang dijuluki “Sule” itu kemudian terpicu membuat jamban
sederhana untuk merubah perilaku agar tidak buang air besar di sembarang
tempat. Terpicunya Tawin membuat jamban sederhana ini setelah masuknya
program Pamsimas pada 2009 di desa tersebut.
Salah satu kegiatan di desa adalah pemicuan
untuk perubahan perilaku untuk tidak buang air besar di sembarang tempat
melalui community led total sanitation (CLTS) dan salah satu peserta pemicuan itu adalah Tawin, ayah
dua anak ini berkomitmen untuk berubah perilaku dalam jangka waktu 7 hari.
Suatu jangka waktu yang paling cepat diantara peserta pemicuan.
Kenyataannya ternyata bukan 7 hari dari yang
ditargetkan namun lebih cepat yaitu 3 hari setelah pemicuan. Dengan gaya
bahasanya yang kental khas orang Pemalang, Tawin menceritakan setelah
pelatihan CLTS itu, segera ia membuat
jamban dengan bahan yang terdapat di sekitar rumah. Secara sederhana ia membuat lubang berbentuk
segi empat untuk tempat tinja, kemudian di atasnya dilapisi papan kayu dan
diberi lubang untuk jalan masuk tinja.
Tidak lupa pula diberi tutup lubang tersebut
agar lalat tidak masuk ke tinja. Agar tidak terlihat orang kemudian dibuat
rumah atau dinding penutup yang terbuat dari anyaman bambu.
Sederhana dan murah namun dapat menghindari
lalat membawa tinja yang dapat mengakibatkan pencemaran makanan maupun sakit
Diare.
Kebanggaan Tawin itupun berlanjut setelah
membuat jamban sederhana, ternyata sebelum dia dan keluarganya memanfaatkan
jambannya, ada tamu tetangganya yang datang dari Jakarta kebingungan mencari
jamban ketika akan buang air besar. Akhirnya jamban milik Tawin jadi pilihan
tamu itu. Dengan bangga ia mempersilahkan jambannya dipakai.
“Kita harus punya sarana ini biar tidak
susah ketika ada tamu yang biasa buang air besar di jamban dan kita tidak
malu karena sudah memilikinya,” ungkapnya.
Anak - anak Tawin yang masih sekolah di
sekolah dasar terkadang suka meledek teman-temannya karena meraka masih buang air besar di sungai.
Ini pula yang memicu keluarga lain
untuk tidak menjadikankan sungai sebagai sarana buang air besar. (Pamsimas
Pemalang; Rita)
Sumber : http://pamsimas.org
Kantor
Pengembangan Air Minum
Ditjen Cipta Karya
Jl.
Penjernihan I no.19 F1 Pejompongan 10210
Jakarta Pusat Indonesia Telp. (021) 574 2254 Fax. (021) 574 2254
Editing : fay (FGB)
|
FGB adalah sebuah wadah bagi masyarakat gongseng (gunung gajah)yang ada diperantauan, yang mempersatukan dan berprinsip sosial.....
Kamis, 19 Januari 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar