Jumat, 21 September 2012

Kepala SDN 01 Gongseng yang juga merangkap Kepala SMP Negeri Gongseng Satu Atap


Putus Mata Rantai Keterbatasan

Ditulis oleh Radar Tegal               
Wednesday, 05 September 2012

MENGELOLA lembaga pendidikan di wilayah perbatasan bukanlah persoalan mudah. Melihat kondisi medan jalan yang kurang bersahabat, tentu bagi guru lain menjadi persoalan. Namun hal itu bukanlah halangan bagi Sukardi SPd Kepala SDN 01 Gongseng yang juga merangkap Kepala SMP Negeri Gongseng Satu Atap Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang.

 Baginya, adaptasi sosial menjadi tolak ukur untuk mengetahui sejauhmana nilai-nilai yang dijunjung tinggi di tengah masyarakat Desa Gonseng. Warga yang notabene dalam keseharian sebagai petani tadah hujan dan perantau ini, cukup menjadi prinsipnya betapa pendidikan harus menjadi kewajiban untuk dilaksanakan demi untuk memajukan desa di masa mendatang. 

 Di samping itu, bagaimana mengajak masyarakat agar sadar menyekolahkan anak dalam program Wajar Dikdas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) 9 tahun. Dia justru malu berpangku tangan, sehingga apapun yang namanya kegiatan di tengah masyarakat senantiasa melakukan sosialisasi pentingnya Wajar Dikdas, menjadi strategi. Bahkan untuk menyerap siswa baru dari wilayah Kabupaten Tegal melakukan buka meja ke sejumlah SD-SD di Kecamatan Warureja dan Suradadi.

 “Al hasil siswa SMPN banyak juga dari Kabupaten Tegal. Itulah asiknya mengelola pendidikan di perbatasan. Jadi jangan sampai yang namanya Perbataan tidak mampu memotong mata rantai Keterbatasan. Era global kok masih saja tertinggal, jadi jangan sampai masyarakat melakukan pembiaran terhadap anaknya untuk tidak sekolah,” tandas pria kelahiran Desa Kejene yang saban hari menggunakan sepeda motor trail Suzuki TRS pulang balik Gongseng-Kejene.

 “Bagi saya medan jalan Kejene-Gongseng sepanjang 8 KM dengan kondisi sekarang sudah menjadi sahabat, apa yang dipersoalkan terpenting adalah pengabdian agar anak-anak menjadi cerdas,”ujarnya.

 Sepanjang mengelola SD dan SMPN di Desa Gongseng yang membuat was-was justru tatkala musim hujan tiba, sementara Sungai Kali Rambut meluap. Bayangan kekhawatiran tiba-tiba muncul, jangan-jangan guru-guru dari Comal, Pemalang dan Tegal tak bisa menyeberang. “Lantas bagaimana kalo klelep wah – wah. Makanya sebelum mereka kelihatan di bibir sungai saya lebih awal siaga menjemput mereka bersama warga disini untuk menyeberangkan hingga sampai ke sekolah.” (sri)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar