Putus Mata Rantai Keterbatasan
Ditulis oleh Radar Tegal
Wednesday, 05 September 2012
MENGELOLA lembaga pendidikan di wilayah perbatasan bukanlah
persoalan mudah. Melihat kondisi medan jalan yang kurang bersahabat, tentu bagi
guru lain menjadi persoalan. Namun hal itu bukanlah halangan bagi Sukardi SPd
Kepala SDN 01 Gongseng yang juga merangkap Kepala SMP Negeri Gongseng Satu Atap
Kecamatan Randudongkal, Kabupaten Pemalang.
Baginya, adaptasi
sosial menjadi tolak ukur untuk mengetahui sejauhmana nilai-nilai yang
dijunjung tinggi di tengah masyarakat Desa Gonseng. Warga yang notabene dalam
keseharian sebagai petani tadah hujan dan perantau ini, cukup menjadi
prinsipnya betapa pendidikan harus menjadi kewajiban untuk dilaksanakan demi
untuk memajukan desa di masa mendatang.
Di samping itu,
bagaimana mengajak masyarakat agar sadar menyekolahkan anak dalam program Wajar
Dikdas (Wajib Belajar Pendidikan Dasar) 9 tahun. Dia justru malu berpangku
tangan, sehingga apapun yang namanya kegiatan di tengah masyarakat senantiasa
melakukan sosialisasi pentingnya Wajar Dikdas, menjadi strategi. Bahkan untuk
menyerap siswa baru dari wilayah Kabupaten Tegal melakukan buka meja ke
sejumlah SD-SD di Kecamatan Warureja dan Suradadi.
“Al hasil siswa SMPN
banyak juga dari Kabupaten Tegal. Itulah asiknya mengelola pendidikan di
perbatasan. Jadi jangan sampai yang namanya Perbataan tidak mampu memotong mata
rantai Keterbatasan. Era global kok masih saja tertinggal, jadi jangan sampai
masyarakat melakukan pembiaran terhadap anaknya untuk tidak sekolah,” tandas
pria kelahiran Desa Kejene yang saban hari menggunakan sepeda motor trail
Suzuki TRS pulang balik Gongseng-Kejene.
“Bagi saya medan
jalan Kejene-Gongseng sepanjang 8 KM dengan kondisi sekarang sudah menjadi
sahabat, apa yang dipersoalkan terpenting adalah pengabdian agar anak-anak
menjadi cerdas,”ujarnya.
Sepanjang mengelola
SD dan SMPN di Desa Gongseng yang membuat was-was justru tatkala musim hujan
tiba, sementara Sungai Kali Rambut meluap. Bayangan kekhawatiran tiba-tiba
muncul, jangan-jangan guru-guru dari Comal, Pemalang dan Tegal tak bisa
menyeberang. “Lantas bagaimana kalo klelep wah – wah. Makanya sebelum mereka
kelihatan di bibir sungai saya lebih awal siaga menjemput mereka bersama warga
disini untuk menyeberangkan hingga sampai ke sekolah.” (sri)